Sakramen Pernikahan adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi
penerimanya (pasangan pria dan wanita) untuk suatu misi khusus dalam
pembangunan Gereja dan menganugerahkan rahmat demi perampungan misi
tersebut. Sakramen ini, yang dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih
yang menyatukan Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara kedua
pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen dan eksklusif, yang
dimeteraikan oleh Allah.
Pernikahan sah sakramental antara seorang pria yang sudah dibaptis
dan seorang wanita yang sudah dibaptis dan telah disempurnakan dengan
persetubuhan, tidak dapat diceraikan dan bersifat monogam. Karena
mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan rahmat
yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam kehidupan
perkawinan mereka serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka
dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini dirayakan secara terbuka di
hadapan imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta
saksi-saksi lainnya
Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan seorang wanita harus
(1) terbebas dari halangan nikah, (2) ada konsensus atau kesepakatan
kedua belah pihak. Masing-masing calon mengutarakan niat dan
persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) untuk saling memberi diri
seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun dari hak-milik esensial dan
maksud-maksud perkawinan. (3) Dirayakan dalam “forma canonika”
(Kan. 1108-1123) atau tata peneguhan. Suatu perkawinan harus
dirayakan dihadapan tiga orang, yakni petugas resmi Gereja sebagai
peneguh, dan dua orang saksi.
Jika salah satu dari keduanya adalah seorang Kristen non-Katolik,
maka pernikahan mereka hanya dinyatakan sah jika telah memperoleh izin
dari pihak berwenang terkait dalam Gereja Katolik. Jika salah satu dari
keduanya adalah seorang non-Kristen (dalam arti belum dibaptis), maka
diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi sahnya pernikahan.
Komentar
Posting Komentar